Bahasa Daerah Pondasi Bahasa Indonesia

Bahasa Daerah Pondasi Bahasa Indonesia

Indonesia adalah negara yang sangat menawan dari berbagai aspek kehidupan. Hal itu sudah tidak bisa disanggah dan diakui oleh dunia mengenai keunikan Indonesia mulai dari keanekaragaman suku, budaya, bahasa, kekayaan alam, geografis dan banyak hal lainnya. Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, setiap suku memiliki bahasanya masing-masing dan di dalam satu sukupun masih terdapat perbedaan dialek yang khas dan identik dengan daerahnya.
Jadi setiap orang di Indonesia yang telah mengenyam pendidikan SD minimal pasti mengetahui dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa daerahnya. Jika sempat berada pada bangku SMP atau SMA pasti sedikit banyak tau bahasa Inggris. Tak heran banyak sekali kosa kata yang kerap muncul pada khalayak, mulai dari kosa kata dari daerah tertentu sampai bahasa dari negara lain.
Dewasa ini bahasa daerah mulai diabaikan seiring terlupakannya budaya daerah. padahal dalam kebudayaan daerah dan bahasa terkandung nilai-nilai sejarah yang sangat berguna dalam identifikasi pribadi seseorang. Tak sedikit orang tua jaman sekarang ini lebih memilih Bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu dari anak-anak mereka. bahkan ada juga orang tua yang bersusah payah mengajarkan bahasa Inggris ke anaknya dan menganggap bahasa daerah tidak relevan lagi.
Tidak salah jika orang Indonesia berbahasa Indonesia. Namun sebagai turun pewaris budaya daerah yang merupakan kekayaan nonmateri yang dimiliki bangsa Indonesia, kitalah yang bertanggungjawab atas kelangsungan budaya tersebut. Meskipun akulturasi dan pengaruh budaya luar tak bisa dihindari sebagai efek dari peningkatan teknologi informasi dan telekomunikasi.
Sebagai orang yang berpendidikan dan peduli kepada kebudayaan yang ada di Indonesia. Kami mengajak untuk bergerak aktif dan berkontribusi nyata dalam pemeliharaan budaya daerah di Indonesia. Misalnya dengan menulis cerita-cerita rakyat yang dahulu diceritakan oleh orang tua kita, menuliskan kebiasaan kebiasaan khas daerah-daerah di Indonesia.
Miris memang kalau kita mau mencermati betapa kita tidak menghargai budaya dan bahasa daerah kita sendiri. Contoh nyata adalah tulisan saya ini yang banyak menggunakan kata serapan dari bahasa asing padahal masih ada bahasa daerah yang bisa dipakai dan diserap. Menyerap kosakata bahasa asing memang tidak salah, boleh namun seharusnya jadi pilihan yang paling terakhir jika bahasa daerah di Indonesia ini tidak    mampu mendeskripsikan dengan apik apa yang dimaksut.
Ada beberapa kata yang benar-benar bisa dipakai namun kita enggan memakainya. Mangkus dari bahasa melayu Sumatera yang berarti (efective), sangkil bahasa melayu Sumatera (efficient), bangsal dari bahasa Jawa (hall) dan masih banyak lagi. Namun khalayak lebih familiar dengan kata-kata bahasa asing dari pada bahasa asli dari bangsa kita. Hal itu sangatlah mengkhawatirkan jika sudah jadi persetujuan publik(konvensi)  dan akhirnya kita menyerap bahasa asing tanpa menghiraukan bahasa daerah.
Masih banyak bahasa daerah yang belum tertuliskan dan dikenali seperti bahasa suu-suku di daerah Papua. Perlu orang berpendidikan yang mampu menuliskan dan mengartikannya ke dalam bahasa Indonesia agar mereka nanti bisa mempelajarinya saat bahasa mereka mulai ditinggalkan dan kita sadar betapa uniknya Indonesia. Menurut teman kami dari papua barat dan cerita dari dosen dari Badan Bahasa, di Papua banyak sekali bahasa yang sulit sekali dimengerti. setiap daerah yang memiliki kepala suku memiliki bahasa yang berbeda. Belum lagi bahasa suku yang berada di Kalimantan, di Pulau Sumatera yang belum terlalu dikenal bahasanya. Jika mengerti bahasanya saja tidak mampu bagaimana budayanya bisa dimengerti seutuhnya.
Saya pribadi sebagai orang Jawa yang memiliki bahasa dengan kosa kata dan aturan yang rumit merasa bahasa Jawa mulai hilang di generasi Saya ke bawah. Bahasa Jawa awalnya berasal dari bahasa Sansekerta kemudian mengalami perubahan bahasa Jawa Kuna yang sering digunakan dalam pertunjukan wayang kemudian menjadi bahasa Jawa sekarang ini. bahasa Jawa menjadi sangat rumit karena ada kosa kata Bahasa Jawa Kawi yaitu bahasa sastra Jawa, kemudian ditambah perbedaan penggunaan kata untuk tingkat kesopanan. Tingkatan kesopanan tersebut adalah ngoko (biasa) untuk teman sebaya dan obrolan sehari-hari, madya (tengah-tengah/setengah halus) untuk orang tua yang kita kenal, kakak kelas, atasan yang sudah akrab kemudian tingkat inggil (halus) untuk orang tua yang belum kita kenal, pejabat, orang yang kita hormati. Penggunaannya pun harus pas pada setiap suasana, jika suasana serius pakai tingkat inggil, jika sangat santai maka cocok memakai ngoko.

"Jika kita mencari perbedaan budaya, maka akan ada ribuan hal yang akan membedakan. namun jika kita mencari persamaan, maka kita akan menemukan sedikit namun itu akan mempersatukan."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

prolog

Kerugian Merokok

:)