Menyusuri Cahaya

Ini adalah sebuah cerpen singkat tentang seorang perempuan bernama Adelina.
Sekarang adalah hari ulangtahnnya.  24 tahun silam dia dilahirkan di desa kecil di Jawa Indonesia dari seorang ibu yang bekerja sebagai guru sebuah sekolah dasar di desa sebelah. keadaan sudah mulai berubah, di sekelilingnya hanya terdapat bangunan luar biasa berbeda dari 20 tahun silam, 10 tahun silam, 8 tahun silam, 6 tahun silam dan 3 tahun silam. sekelilingnya terdapat gedung-gedung yang dulu sering dilihatnya di imaginasinya setelah membaca buku sejarah yang ada di sekolah dasar dan SMP dan SMA dan tentu saja di layar kaca nama-nama daerah tersebut kerap kali didengarnya.
Sekarang Adelina ada di ibukota  negara ini. di suatu sudut kota yang sangat ramai dengan hiruk pikuk ekonomi, politik, olahraga, wisata dan seluruhnya karena memang seluruh kegiatan sepertinya terpusat di propinsi sempit ini. Banyaknya kegiatan dan keadaan yang dilihatnya membuat wawasannya berkembang pesat. Entah seandainya didaftar keinginan dan apa yang ingin diperbuat mungkin hari-harinya akan digunakan untuk merencanakan seluruh keinginannya saja tanpa ada tindakan.
Pertama dia ingin menjadi akademisi dan berkecimpung di dunia ilmu pengetahuan dan menjadi orang yang sangat terkenal dengan teori antah berantahnya dan memiliki gelar profesor kalau perlu. Langkah-langkah yang akan ditempuhnya pertama adalah menyelesaikan kuliahnya di salah satu perguruan tinggi terfavorit di Negeri ini dengan jurusan yang diambil juga tergolong keren. Sebenarnya tak sulit mewujudkannya, tinggal belajar dengan sungguh-sungguh dan fokus pada tujuannya kemudian bekerja sebentar dan mengambil beasiswa keluar negeri untuk S2 dan S3 kemudian bla bla bla.
Kedua Adelina ingin mengarungi kehidupan yang sangat nyaman dengan keluarga yang akan dibangunnya setelah menyelesaikan kuliahnya. Tentu saja kalau hanya untuk makan saja keluarga ini tidak akan kekurangan. Bahkan bisa membeli tanah di daerah yang masih tak berpenduduk dan ditanami banyak pohon kelapa. Keluarga ini nantinya layaknya pohon kelapa. dimanapun mereka tinggal maka dia bisa hidup dan bermanfaat, entah di pesisir, di gunung dan lembah ataukah di persawahan sekalipun. Keluarga kelapa siap mengarungi hidup dengan sederhana bahagia luar biasa.
Ketiga Adelina ingin kembali ke kampung halamannya dan merangkul seluruh kenangan dan sejarah hidupnya. menghabiskan waktunya untuk mengurusi ibu dan bapaknya yang telah bersusah payah membesarkan dan mendidiknya.membawa pulang kejayaannya dan menjadi orang terpenting di kampungnya. Keempat, kelima, keenam............... sampai ke dua puluh lebih.
Sekarang permasalahannya adalah apa yang harus dia lakukan sekarang. tujuan itu haruslah satu. tidak boleh berpindah pindah layaknya tupai yang meloncat ke pohon satu dan ke pohon lainnya. Meskipun memang tujuan hidupnya sudah dituliskan dalam kitab sucinya Al-Quran yang sudah diajarkan mulai dia mengenal percakapan. 
Sejenak dia teringat tentang suasana rumah nun jauh disana. Dengan memejamkan mata, dan membayangkan seluruh sudut-sudut rumah mengarahkan telinga untuk mendengar suara-suara percakapan ibu ataupun adik dan kakaknya, menghirup udara layaknya udara tersebut diimpor langsung dari rumahnya. Adelina melihat dan merasakan dengan perasaan dan nuraninya. Cahaya lentera berbahan bakar minyak tanah bertengger di pilar sebelah barat daya menyinari ruangan yang tiada duanya itu. dalam bayangannya malam itu sedang ada radio yang diputar dengan sayup-sayup kemudian terdengar suara detik jam  yang jelas. Dan tentu saja dia bisa leluasa melihat seisi rumah kecil tersebut. namun dia belum menambahkan Bapaknya yng biasa duduk di sofa dengan menikmati obrolan dengan anaknya. mungkin dua puluh lima tahun kemudian rumah itu tetap seperti itu dalam ingatannya, tak akan dia rubah lagi. kerena dengan begitu dia tahu siapa dia sebenarnya.
Dan sekarang dia membuka kelopak matanya matanya, gundah mulai dia rasakan. apakah dia harus memebalas email dari universitas Humboldt Berlin yang telah menerima aply yang dia kirimkan, ataukah menerima tawaran untuk menjadi orang penting di daerah luar jakarta dan menikahi orang yang dikaguminya. ataukah dia langsung pulang ke kampung halamannya dan menyusuri cahaya lentera untuk pulang.

dan dia mengambil pena kemudian menuliskan "keluarga kelapa di Berlin dengan restu orang tua". selamat berjuang Adelina...... meskipun kamu tahu tak semuanya bisa terwujud begitu sempurna

Komentar

Postingan populer dari blog ini

prolog

Kerugian Merokok

:)